my friends forever

INI ADALAH BLOG PGSD UNILA UPP KAMPUS.

Kamis, 31 Maret 2011

tujuh tingkatan dalam membaca

Pertama adalah tingkatan membaca yang paling dasar, yakni membaca sebagai kegiatan melafalkan rangkaian huruf. Dalam tahap ini, arti atau makna suatu kata belum menjadi ukuran bagi seseorang untuk bisa melakukan pembacaan.

Contohnya adalah seperti anak kecil yang sedang belajar membaca. Seperti halnya seekor burung beo yang mampu mengucapkan kata-kata tertentu. Bagi anak kecil, kandungan makna dari kata atau kalimat yang terucap tidaklah terlalu penting. Yang dimaksud kelancaran membaca pada tahap ini adalah tajwid (hal bagusnya ucapan) jadi fashakhatul kalam (fasihnya pembicaraan) ditentukan oleh makharijul khuruf (kelancaran dan ketepatan lidah dalam mengeluarkan bunyi huruf).

Namun perlu diingat bahwa karena lambang-lambang huruf (tulisan) di dunia ini beraneka ragam, maka tidak semua orang mampu membaca seluruh lambang-lambang huruf yang ada. Ada huruf Latin, huruf Arab, huruf Jawa, huruf Kanji dll. Bahkan kadang-kadang bahasa dari suatu bangsa menggunakan huruf yang bukan milik bangsa tersebut. Misalnya bangsa Indonesia dan Inggris yang memakai huruf Latin. Oleh karena itu dalam kenyataannya, banyak sekali orang yang mampu membaca, dalam arti sekadar melafalkan huruf, kata atau kalimat bahasa Arab, namun tidak memahami arti dari huruf, kata atau kalimat yang dibacanya.

Kedua, adalah membaca suatu teks tertulis sekaligus memahami arti atau makna yang dikandungnya. Inilah kemampuan membaca yang sebenarnya. Jadi membaca pada tingkatan kedua ini adalah kemampuan membaca tekstual (tersurat), yakni ketika seseorang membaca suatu teks sekaligus memahami arti yang dibacanya.

Ketiga, adalah kemampuan membaca tekstual dari ungkapan-ungkapan sastra dan metafor-metafor yang eksplisit. Yakni kemampuan membaca sebuah teks yang mempunyai kandungan sastra yang disertai oleh tanda-tanda tertentu secara eksplisit, yakni: seperti, umpama, misal, ibarat, bagaikan, penaka, dll. Contoh: “Hati-hati dalam memilih jangan sampai seperti membeli kucing dalam karung.”

Keempat, adalah kemampuan membaca ungkapan-ungkapan sastra dan metafor-metafor yang tidak eksplisit, dalam arti tidak ada tanda-tandanya yang jelas. Bisa dikatakan dalam teks ini terkandung sastra tinggi, sehingga untuk membacanya dibutuhkan kemampuan ekstra hati-hati dan waspada, tidak boleh gegabah. Contohnya dalam kalimat: “Walaupun orangtuaku sudah membanting tulang, memeras keringat dan memutar otak, tetapi kehidupan kami masih saja senin-kamis.”

Kelima, adalah kemampuan membaca yang tersirat dari suatu yang tersurat, atau konteks yang lebih luas di dalam suatu teks. Kemampuan membaca hal-hal yang tersirat dari suatu teks tertulis ini merupakan tingkatan yang tertinggi dalam membaca suatu teks tertulis, karena sudah dikaitkan dan dipersentuhkan dengan realitas dan aktualitas kehidupan, baik dengan sejarah masa lalu maupun keadaan saat ini. Oleh karena itu selain harus mempelajari sastra dari suatu bahasa, pemahaman pada budaya dari suatu bangsa yang memakai bahasa tersebut amat membantu dalam upaya memahami makna atau arti yang tersirat dari suatu bahasa. Misalnya sebuah judul berita dalam surat kabar harian KOMPAS (23 Desember 2003): “TNI AD Akan Turun jika Pemilu Berdarah.”

Bahasa dalam buku ilmiah berbeda dengan bahasa dalam buku sastra atau bahasa dalam surat kabar. Bahasa di dunia hukum tidak sama dengan bahasa di bidang ekonomi atau bahasa di lingkungan politik. Misalnya kita ambil contoh istilah “partai”. Ada partai politik, partai tambahan, dan ada pula partai kecil (eceran) atau partai besar (kulakan).

Rambu-rambu lalu lintas, simbol-simbol dalam ilmu kimia, atau lambang-lambang matematika dan sebagainya mempunyai makna sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing. Perlambang, simbol, metafor, logo, signage, kode, sandi, tanda, rambu dan sebagainya hanya bisa dibaca dengan benar apabila seseorang memahami sastra dan budaya dari suatu bangsa yang bersangkutan (dunianya masing-masing), karena sudah masuk ke dalam wilayah semiotik dari suatu bangsa atau lingkungan masing-masing. Contoh dalam al-Quran diantaranya adalah fawatikhus suwar (huruf-huruf dalam ayat pembuka suatu surat).

Dalam hubungan ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa suatu bahasa, yang paling sederhana sekalipun, sebenarnya adalah “perlambang”. Dan dari pembuktian sejarah, ada dua macam bentuk tulisan, yaitu pictogram (berbasis gambar) dan ideogram (berbasis ide), yang dalam perkembangannya saat ini bahkan muncul icon-icon (lambang-lambang visual) sebagai bentuk bahasa yang relatif baru.

Keenam, adalah kemampuan membaca fakta-fakta non tekstual (tanda-tanda atau ayat di alam semesta). Dalam kaitan ini perlu difahami bahwa ada dua macam ayat, yakni ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat qauliyah (qur’aniyah). Ayat kauniyah adalah ayat non tekstual yang tersembunyi di balik fenomena kenyataan alam semesta (sunnatullah) sedangkan ayat qauliyah adalah ayat tekstual (qur’aniyah) yang sudah terdokumentasi dalam muskhaf ‘Utsmany, yakni kitab suci al-Quran.

Ketujuh, adalah kemampuan membaca fakta-fakta non tekstual baik yang sudah berlangsung (masa lalu), yang sedang berlaku (masa kini), dan yang akan datang (masa depan). Tentu saja kemampuan membaca yang terakhir ini adalah kemampuan membaca yang paling sulit karena merupakan kemampuan yang paling tinggi, yang biasanya dimiliki oleh orang-orang istimewa seperti para Nabi dan Rasul. Tanpa melalui tahapan atau tingkatan membaca sebelumnya, tidak mungkin seseorang akan mempunyai kemampuan membaca tingkat terakhir ini. Bagi manusia biasa (yang bukan Nabi), untuk mencapai kemampuan membaca yang seperti ini maka harus betul-betul disiplin ilmiah secara total, karena yang bisa mewarisi para Nabi hanyalah ulama (para ahli ilmu).

Bagi seseorang yang sudah sampai pada kemampuan membaca tingkat ketujuh ini maka apabila dia disiplin dalam keilmuannya (disiplin ilmiah) dan diberi izin oleh Allah, dia akan mampu membaca berbagai macam fenomena (kasyaf) untuk membuka kunci-kunci rahasia yang tersembunyi (mafatikhul ghaib), membuat sinyalemen-sinyalemen maupun prakiraan-prakiraan (prediksi) masa depan, serta kemungkinan-kemungkinan dan alternatif-alternatif tentang masa depan (futurologi).

Demikian itulah tujuh tingkatan membaca yang apabila manusia mau meningkatkan kemampuannya setahap demi setahap maka seakan-akan cakrawala kesadarannya akan naik menembus tujuh lapis langit menuju ke ufuk yang paling tinggi (al-ufuq al-a’laa). Wallahu a’lamu bishawaab.

tgs bahasa

Hakikat Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (Hodgson dalam Tarigan 1979:7). Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekadar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Crawley dan Mountain dalam Rahim 2007:2). Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang termasuk di dalam retorika seperti keterampilan berbahasa yang lainnya (berbicara dan menulis) (Haryadi 2007:4).
Secara linguistik, membaca merupakan proses pembacaan sandi (decoding process). Artinya dalam kegiatan membaca ada upaya untuk menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning). Dengan kata lain Anderson dalam Tarigan (1979:7) mengatakan bahwa kegiatan membaca merupakan kegiatan mengubah tulisan/ cetakan menjadi bunyi-bunyi yang bermakna.
Senada dengan pernyataan di atas, beberapa penulis beranggapan bahwa ‘membaca’ adalah suatu kemampuan untuk melihat lambang-lambang tertulis tersebut melalui fonik menjadi membaca lisan (oral reading) (Tarigan 1979:8). Dalam kegiatan membaca ternyata tidak cukup hanya dengan memahami apa yang tertuang dalam tulisan saja, sehingga membaca dapat juga dianggap sebagai suatu proses memahami sesuatu yang tersirat dalam yang tersurat (tulisan). Artinya memahami pikiran yang terkandung dalam kata-kata yang tertulis. Hubungan antara makna yang ingin disampaikan penulis dan interpretasi pembaca sangat menentukan ketepatan pembaca. Makna akan berubah berdasarkan pengalaman yang dipakai untuk menginterpretasikan kata-kata atau kalimat yang dibaca (Anderson dalam Tarigan 1979:8).
Jadi, membaca merupakan kegiatan mengeja atau melafalkan tulisan didahului oleh kegiatan melihat dan memahami tulisan. Kegiatan melihat dan memahami merupakan suatu proses yang simultan untuk mengetahui pesan atau informasi yang tertulis. Membutuhkan suatu proses yang menuntut pemahaman terhadap makna kata-kata atau kalimat yang merupakan suatu kesatuan dalam pandangan sekilas.

Tujuan Membaca
Tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi dari sumber tertulis. Informasi ini diperoleh melalui proses pemaknaan terhadap bentuk-bentuk yang ditampilkan. Secara lebih khusus membaca sebagai suatu ketrampilan bertujuan untuk mengenali aksara dan tanda-tanda baca, mengenali hubungan antara aksara dan tanda baca dengan unsur linguistik yang formal, serta mengenali hubungan antara bentuk dengan makna atau meaning (Broughton et al dalam Sue 2004:15). Dengan demikian, kegiatan membaca tidak hanya berhenti pada pengenalan bentuk, melainkan harus sampai pada tahap pengenalan makna dari bentuk-bentuk yang dibaca. Makna atau arti bacaan berhubungan erat dengan maksud, tujuan atau keintensifan dalam membaca (Tarigan 1979:9).
Berdasarkan maksud, tujuan atau keintensifan serta cara dalam membaca di bawah ini, Anderson dalam Tarigan (1979:9-10) mengemukakan beberapa tujuan membaca antara lain:
a. Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts). Membaca tersebut bertujuan untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan telah dilakukan oleh sang tokoh, untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh.
b. Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas). Membaca untuk mengetahui topik atau masalah dalam bacaan. Untuk menemukan ide pokok bacaan dengan membaca halamn demi halaman.
c. Membaca untuk mengetahui ukuran atau susunan, organisasi cerita (reading for sequenceor organization). Membaca tersebut bertujuan untuk mengetahui bagian-bagian cerita dan hubungan antar bagian-bagian cerita.
d. Membaca untuk menyimpulkan atau membaca inferensi (reading for inference). Pembaca diharapkan dapat merasakan sesuatu yang dirasakan penulis.
e. Membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan (reading for classify). Membaca jenis ini bertujuan untuk menemukan hal-hal yang tidak wajar mengenai sesuatu hal (Anderson dalam Tarigan 1979:10).
f. Membaca untuk menilai atau mengevaluasai (reading to evaluate). Jenis membaca tersebut bertujuan menemukan suatu keberhasilan berdasarkan ukuran-ukuran tertentu. Membaca jenis ini memerlukan ketelitian dengan membandingkan dan mengujinya kembali.
g. Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast). Tujuan membaca tersebut adalah untuk menemukan bagaimana cara, perbedaan atau persamaan dua hal atau lebih.
Dengan rumusan yang berbeda, Blanton, dkk. serta Irwin yang dikutip oleh Burns dkk. (1996) dalam Rahim (2007:11) menyebutkan tujuan membaca mencakup (1) kesenangan, (2) menyempurnakan membaca nyaring, (3) menggunakan strategi tertentu, (4) memperbaharui pengetahuan tentang suatu topik, (5) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui, (6) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis, (7) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, (8) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, dan (9) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
Jenis Membaca
Menurut Soedjono dalam Sue (2004:18-21) ada lima macam membaca, yaitu: membaca bahasa, membaca cerdas atau membaca dalam hati, membaca teknis, membaca emosional, dan membaca bebas.
1) Membaca bahasa
Membaca bahasa adalah membaca yang mengutamakan bahasa bacaan. Membaca bahasa mementingkan segi bahasa bacaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca bahasa adalah kesesuian pikir dengan bahasa, perbendaharaan bahasa yang meliputi kosa kata, struktur kalimat, dan ejaan.
2) Membaca cerdas atau membaca dalam hati
Membaca cerdas adalah membaca yang mengutamakan isi bacaan sebagai ungkapan pikiran, perasaan, dan kehendak penulis. Bila hanya ingin mengetahui isinya, membaca cerdas bersifat lugas. Akan tetapi, bial maksudnya untuk memahami dan memilki isi bacaan, maka disebut membaca belajar.
3) Membaca teknis
Membaca teknis adalah membaca dengan mengarahkan bacaan secara wajar. Wajar maksudnya sesuai ucapan, tekanan, dan intonasinya. Pikiran, perasaan, dan kemauan yang tersimpan dalam bacaan dapat diaktualisasikan dengan baik.
4) Membaca emosional
Membaca emosional adalah membaca sebagai sarana untuk memasuki perasaan, yaitu keindahan isi, dan keindahan bahasanya.
5) Membaca bebas
Membaca bebas adalah membaca sesuatu atas kehendak sendiri tanpa adanya unsur paksaan dari luar. Unsur dari luar misalnya guru, orang tua, teman, atau pihak-pihak lain.
Sesuai dengan pengertian jenis-jenis membaca yang telah diuraikan di atas, maka membaca puisi termasuk ke dalam membaca teknis karena membaca puisi harus memperhatikan ucapan, tekanan, dan intonasinya, sehingga dapat mengaktualisasikan pembacaan puisi dengan baik.


Strategi Membaca Itu?
Strategi adalah rencana atau cara melakukan sesuatu. Ada banyak strategi yang bisa pembaca gunakan, dan pembaca yang baik akan sering menggunakannya. Mereka menggunakan strategi itu sebelum, selama, dan setelah membaca. Berikut beberapa strategi untuk membantu Anda membaca bahan-bahan buku diktat Anda.
A. Sebelum Membaca
Sebelum Anda mulai membaca, cobalah untuk mendapatkan "gambaran besar" atau keseluruhan poin dari bahan tersebut. Berikut beberapa strategi untuk membantu Anda melihat apa yang Anda baca.
1. Pikirkan judulnya dan kemudian tanyakan beberapa pertanyaan ini pada diri Anda sendiri:
o Apa yang saya ketahui dari topik ini?
o Apa yang ingin saya ketahui?
o Apa kira-kira isi artikel/bacaan yang akan Anda baca?
2. Berikutnya, lihatlah halaman-halamannya dengan melihat judul utamanya, kata-kata yang dicetak tebal, kata-kata yang dicetak miring, dan keterangan-keterangan gambar.
3. Carilah ringkasannya pada bagian akhir bab dan bacalah dengan cermat.
4. Lihatlah juga bagan, grafik, gambar, dan diagram, dan pikirkan apa yang "dikatakan" setiap bagan, grafik, gambar, dan diagram itu tentang topik yang dibahas.
B. Selama Membaca
Ketika Anda membaca, cobalah untuk menjadi peka, menjadi pemikir yang aktif!
1. Carilah jawaban dari setiap pertanyaan Anda.
2. Berhentilah segera dan tanyakan pada diri Anda sendiri, "Apa yang baru saja saya baca?" Kemudian jawablah pertanyaan Anda sendiri.
3. Buatlah daftar kata kunci, frasa, atau kalimat-kalimat kesimpulan.
Teknik Membaca
A. Teori membaca
Model teori membaca lahir dari perspekif bagaimana makna diangkat dari bacaan. Inti proses membaca adalah seseorang berusaha memahami isi pesan penulis yang tertuang dalam bacaan.
Pemeroleh makna berangkat dari beragam sudut. Dari sudut itulah pandangan para ahli dibedakan. Ada tiga pandangan tentang bagaimana makna diperoleh yang melahirkan tiga model teori membaca. Tiga model teori itu antara lain:
1. Model Teori Bottom-Up
Memandang bahwa bahasa yang mewadahi teks menentukan pemahaman. Secara fisik, ketika orang melakukan kegiatan membaca, yang dipandang adalah halaman-halaman bacaan yang posisinya di bawah (kecuali membaca sambil tiduran!). Secara literal, bottom-up berarti ‘dari bawah ke atas’. Maksudnya, makna itu berasal dari bawah (teks) menuju ke atas (otak/kepala). Secara harfiah, menurut teori ini teks-lah yang menentukan pemahaman.
Inti proses membaca menurut teori ini adalah proses kengkodean kembali simbol tuturan tertulis (Harris & Sipay, 1980). Membaca dalam proses bottom-up merupakan proses yang melibatkan ketepatan, rincian, dan rangkaian persepsi dan identifikasi huruf-huruf, kata-kata, pola ejaan, dan unit bahasa lainnya.
Tugas utama pembaca menurut teori ini adalah mengkode lambang-lambang yang tertulis menjadi bunyi-bunyi bahasa (Harjasuna, 1996)
Brown (2001) menyatakan bahwa pada proses bottom-up membaca terlebih dahulu mengetahui berbagai tanda linguistik, seperti huruf, morfem, suku kata, kata-kata frasa, petunjuk gramatika dan tanda wacana, kemudian menggunakan mekanisme pemrosesan yang masuk akal, koheren dan bermakna.
Agar bisa memahami bacaan pada teori ini, pembaca membutuhkan keterampilan yang berhubungan dengan lambang bahasa yang digunakan dalam teks.
2. Model Teori Top-Down
Teori ini dikenal sebagai model psikolinguistik dalam membaca dan teori ini dikembangkan oleh Goodman (1976). Model ini memandang kegiatan membaca sebagai bagian dari proses pengembangan skemata seseorang yakni pembaca secara stimultan (terus-menerus) menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat proses membaca berlangsung.
Pada model ini, informasi grafis hanya digunakan untuk mendukung hipotesa tentang makna. Pembaca tidak banyak lagi membutuhkan informasi grafis dari bacaan karena mereka telah memiliki modal bacaan sendiri untuk mengerti bacaan.
Proses membaca model ini dimulai dengan hipotesis dan prediksi-prediksi kemudian memverifikasinya dengan menggunakan stimulus yang berupa tulisan yang ada pada teks.
Inti dari model teori Top-down adalah pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran yang lebih tinggi. Pembaca memulai tahapan membacanya dengan membaca prediksi-prediksi, hipotesis-hipotesis, dugaan-dugaan berkenaan dengan apa yang mungkin ada dalam bacaan, bermodalkan pengetahuan tentang isi dan bahasa yang dimilikinya,
Untuk membantu pemahaman dengan menggunakan teori ini, pembaca menggunakan strategi yang didasarkan pada penggunaan petunjuk semantik dan sintaksis, artinya untuk mendapatkan makna bacaan, pembaca dapat menggunakan petunjuk tambahan yang berupa kompetensi berbahasa yang ia miliki. Jadi, kompetensi berbahasa dan pengetahuan tentang apa saja memainkan peran penting dalam membentuk makna bacaan.
Jadi menurut teori Top-down dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, pengalaman dan kecerdasan pembaca diperlukan sebagai dasar dalam memahami bacaan.
3. Model Teori Interaktif
Model ini merupakan kombinasi antara pemahaman model Top-Down dan model Bottom-Up. Pada model interaktif, pembaca mengadopsi pendekatan top-down untuk memprediksi makna, kemudian beralih ke pendekatan bottom-up untuk menguji apakah hal itu benar-benar dikatakan oleh penulis. Artinya, kedua model tersebut terjadi secara stimultan pada saat membaca.
Penganut teori ini memandang bahwa kegiatan membaca merupakan suatu interaksi antara pembaca dengan teks. Dengan teori itu, dijelaskan bagaimana seorang pembaca menguasai, menyimpan dan mempergunakan pengetahuan dalam format skemata. Kegiatan membaca adalah proses membuat hubungan yang berarti bagi informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya (skemata).
Menurut pandangan interaktif, membaca diawali dengan formulasi tentang hipotesis tentang makna, kemudian dilanjutkan dengan menguraikan makna huruf, kata, dan kalimat dalam bacaan. Model interaktif adalah model membaca yang menggunakan secara serentak antara pengetahuan informasi grafik dan informasi yang ada dalam pikiran pembaca.
Proses membaca menurut pandangan interaktif adalah proses intelektual yang kompleks, mencakup dua kemampuan utama, yaitu kemampuan memahami makna kata dan kemampuan berpikir tentang konsep verbal (Rubin, 1982). Pendapat ini mengisyaratkan bahwa ketika proses membaca berlangsung, terjadi konsentrasi dua arah pada pikiran pembaca dalam waktu yang bersamaan. Dalam melakukan aktivitas membaca, pembaca secara aktif merespon dan mengungkapkan bunyi tulisan dan bahasa yang digunakan oleh penulis. Selain itu, pembaca dituntut untuk dapat mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya atau makna yang ingin disampaikan oleh penulis melalui teks yang dibacanya.
Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa membaca pemahaman merupakan proses aktif yang di dalamnya melibatkan banyak faktor. Keterlibatan faktor-faktor itu bertujuan untuk memperoleh pemahaman melalui proses interaksi antara pembaca dengan bacaan dalam peristiwa membaca.

Rabu, 30 Maret 2011

SISDIKNAS

Sistem Pendidikan Nasional
Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

.: Jalur Pendidikan

Jalur pendidikan terdiri atas:

1. pendidikan formal,
2. nonformal, dan
3. informal.

Jalur Pendidikan Formal

Jenjang pendidikan formal terdiri atas:

1. pendidikan dasar,
2. pendidikan menengah,
3. dan pendidikan tinggi.

Jenis pendidikan mencakup:

1. pendidikan umum,
2. kejuruan,
3. akademik,
4. profesi,
5. vokasi,
6. keagamaan, dan
7. khusus.

Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

Pendidikan dasar berbentuk:

1. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.

Pendidikan menengah terdiri atas:

1. pendidikan menengah umum, dan
2. pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan menengah berbentuk:

1. Sekolah Menengah Atas (SMA),
2. Madrasah Aliyah (MA),
3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Perguruan tinggi dapat berbentuk:

1. akademi,
2. politeknik,
3. sekolah tinggi,
4. institut, atau
5. universitas.

Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Pendidikan nonformal meliputi:

1. pendidikan kecakapan hidup,
2. pendidikan anak usia dini,
3. pendidikan kepemudaan,
4. pendidikan pemberdayaan perempuan,
5. pendidikan keaksaraan,
6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
7. pendidikan kesetaraan, serta
8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:

1. lembaga kursus,
2. lembaga pelatihan,
3. kelompok belajar,
4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

Pendidikan Informal

Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

.: Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:

1. Taman Kanak-kanak (TK),
2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:

1. Kelompok Bermain (KB),
2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

.: Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.

.: Pendidikan Keagamaan

Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan keagamaan berbentuk:

1. pendidikan diniyah,
2. pesantren,
3. pasraman,
4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

.: Pendidikan Jarak Jauh

Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.

Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.



.: Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

**Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Daftar Istilah

Pendidikan
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan nasional
Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Sistem pendidikan nasional
Keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Peserta didik
Anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Jalur pendidikan
Wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Jenjang pendidikan
Tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

Jenis pendidikan
Kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

Satuan pendidikan
Kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

Pendidikan formal
Jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan nonformal
Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Pendidikan informal
Jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Pendidikan anak usia dini
Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan jarak jauh
Pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.

Standar nasional pendidikan
Kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wajib belajar
Program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Warga Negara
Warga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat
Kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

Pemerintah
Pemerintah Pusat.

Pemerintah Daerah
Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.

Menteri
Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.


Sumber : http://www.depdiknas.go.id/
Penyusunan KTSP
Landasan

• UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
• PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
• Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi
• Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
• Permendiknas No. 24/2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/2006

Pengertian KTSP

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.

Acuan Operasional Penyusunan KTSP
• Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
• Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
• Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
• Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
• Tuntutan dunia kerja
• Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
• Agama
• Dinamika perkembangan global
• Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
• Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
• Kesetaraan Jender
• Karakteristik satuan pendidikan

ACUAN OPERASIONAL KTSP
• Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.

• Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
• Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.
• Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Pengembangan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
• Tuntutan dunia kerja
Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
• Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
• Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama, dan memperhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan sekolah
• Dinamika perkembangan global
Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain.
• Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
• Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.
• Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan jender.
• Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.

Komponen KTSP
• Tujuan Pendidikan Sekolah
• Struktur dan Muatan Kurikulum (mata pelajaran. Muatan lokal, Pengembangan Diri, Beban Belajar, Ketuntasan Belajar, Kenaikan Kelas dan kelulusan, Penjurusan, Pendidikan Kecakapan Hidup, Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global).
• Kalender Pendidikan
• Silabus dan RPP

ISI / MUATAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
(KTSP)

KTSP DOKUMEN I
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. TUJUAN PENDIDIKAN
BAB III. STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM
BAB IV. KALENDER PENDIDIKAN



KTSP DOKUMEN II
A. Silabus dari SK/KD yang dikembangkan Pusat (BSNP)
B. Silabus dari SK/KD yang dikembangkan Sekolah (MULOK, MAPEL TAMBAHAN)








KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
DOKUMEN I

BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang (dasar pemikiran penyusunan KTSP)
2. Tujuan Pengembangan KTSP
3. Prinsip Pengembangan KTSP
BAB II. TUJUAN
A. Tujuan Pendidikan (disesuaikan dengan jenjang satuan pendidikan)
B. Visi Sekolah
C. Misi Sekolah
D. Tujuan Sekolah
Bagaimana menyusun Visi, Misi, Tujuan satuan Pendidikan
• Tahap 1 : Hasil Belajar Siswa
Apa yang harus dicapai siswa berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah mereka menamatkan sekolah?
• Tahap 2 : Suasana Pembelajaran Suasana pembelajaran seperti apa yang dikehendaki untuk mencapai hasil belajar itu?
• Tahap 3 : Suasana Sekolah Suasana sekolah (sebagai lembaga / organisasi pembelajaran) seperti apa yang diinginkan untuk mewujudkan hasil belajar bagi siswa?

BAB III. STRUKTUR DAN MUATAN KTSP
Meliputi Sub Komponen :
1. Mata Pelajaran
2. Muatan Lokal
3. Kegiatan Pengembangan Diri
4. Pengaturan Beban Belajar
5. Ketuntasan Belajar
6. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
7. Penjurusan
8. Pendidikan Kecakapan Hidup
9. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
Cat : Untuk Pendidikan Luar Biasa / Pendidikan Khusus ditambah dengan Program Khusus.

1. Mata Pelajaran
Berisi “Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah” yang disusun berdasarkan kebutuhan siswa dan sekolah terkait dengan upaya pencapaian Standar Kompetensi Lulusan.
Pengembangan Struktur Kurikulum dilakukan dengan cara antara lain :
• Mengatur alokasi waktu pembelajaran “tatap muka” seluruh mata pelajaran wajib dan pilihan ketrampilan / bahasa asing lain.
• Memanfaatkan 4 jam tambahan untuk menambah jam pembelajaran pada mata pelajaran tertentu atau menambah mata pelajaran baru.
• Mencantumkan jenis mata pelajaran muatan lokal dalam struktur kurikulum.
• Tidak boleh mengurangi mata pelajaran yang tercantum dalam standar isi.



2. Muatan Lokal
Berisi tentang : jenis, strategi pemilihan dan pelaksanaan mulok yang diselenggarakan oleh sekolah. Dalam pengembangannya mempertimbangkan hal- hal sebagai berikut :
• Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah.
• Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
• Substansi yang akan dikembangkan, materinya tidak menjadi bagian dari mata pelajaran lain, atau terlalu luas substansinya sehingga harus dikembangkan menjadi mata pelajaran tersendiri.
• Merupakan mata pelajaran wajib yang tercantum dalam Struktur Kurikulum
• Bentuk penilaiannya kuantitatif (angka).
• Setiap sekolah dapat melaksanakan mulok lebih dari satu jenis dalam setiap semester, mengacu pada : minat dan atau karakteristik program studi yang diselenggarakan disekolah.
• Siswa boleh mengikuti lebih dari satu jenis mulok pada setiap tahun pelajaran sesuai dengan minat dan program mulok yang diselenggarakan sekolah.
• Substansinya dapat berupa program keterampilan produk dan jasa, contoh :
- Bidang Budidaya : Tanaman Hias, Tanaman Obat, Sayur, Pembibitan Ikan Hias, dan Konsumsi
- Bidang Pengolahan : Pembuatan Abon, Krupuk, Ikan Asin, Baso
- Bidang TIK dan Lain- lain : Web Desain, Berkomunikasi sebagai Guide, Akuntansi Komputer, Kewirausahaan
• Sekolah harus menyususn SK, KD dan Silabus untuk mata pelajaran mulok yang diselenggarakan oleh sekolah.
• Pembelajarannya dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran atau Tenaga ahli dari luar sekolah yang relevan dengan substansi mulok.
3. Pengembangan Diri
• Bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresik an diri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat, minat peserta didik, dan kondisi sekolah.
• Dapat dilaksanakan dalam bentuk :
- Pelayanan Konselling (kehidupan pribadi, sosial, kesulitan belajar, karir)
- Pengembangan kreativitas, kepribadian siswa seperti : kepramukaan, kepemimpinan, KIR, dan lain- lain
• Bukan Mata Pelajaran dan tidak perlu dibuatkan SK, KD, dan Silabus.
• Dilaksanakan melalui Ekstra kurikuler
• Penilaian dilakukan secara kualitatif (deskripsi), yang difokuskan pada “Perubahan sikap dan perkembangan perilaku peserta didik setelah mengikuti kegiatan pengembangan diri".


Contoh Penilaian pengembangan diri :
• Kegiatan KIR, mencakup penilaian : sikap kompetitif, kerjasama, percaya diri dan mampu memecahkan masalah dan lain- lain.
• Kegiatan keolahragaan, mencakup penilaian : sikap sportif, kompetitif, kerjasama, disiplin, ketaatan mengikuti SPO dan lain-lain.
• Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh guru kelas atau mata pelajaran, konselor, guru BK atau tenaga kependidikan lain.
• Penjabaran alokasi waktu ekuivalen dengan 2 jam pembelajaran per minggu, diserahkan kepada masing- masing pembimbing dan sekolah.
• Perlu dibuat program kerja yang sistematis dan komprehensif sebagai bagian dari program kerja sekolah dan atau program kerja OSIS.
4. Pengaturan Beban Belajar
• Berisi tentang jumlah beban belajar per mata pelajaran, per minggu, per semester dan per tahun pelajaran yang dilaksanakan di sekolah sesuai dengan alokasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum.
• Sekolah dapat mengatur alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun pelajaran sesuai dengan kebutuhan, tetapi jumlah beban belajar per tahun secara keseluruhan tetap.
• Alokasi waktu kegiatan praktik diperhitungkan sebagai berikut : 2 JPL di sekolah setara dengan 1 JPL tatap muka dan 4 JPL praktik diluar sekolah setara dengan 1 JPL tatap muka.
• Sekolah dapat memanfaatkan alokasi tambahan 4 JPL dan alokasi waktu penugasan terstruktur (PT) dan penugasan tidak terstruktur (PTT) sebanyak 0% - 60% per MP (maks. 60% x 38 JPL = 22 JPL) untuk kegiatan remedial, pengayaan, penambahan jam praktik, dan lain- lain sesuai dengan potensi dan kebutuhan siswa dalam mencapai kompetensi pada mata pelajaran tertentu.
• Pemanfaatan alokasi waktu PT dan PTT, harus dirancang secara tersistem dan terprogram menjadi bagian integral dari kegiatan belajar mengajar pada Mapel yang bersangkutan.
• Alokasi waktu PT dan PTT tidak perlu dicantumkan dalam struktur kurikulum dan silabus, tetapi dicantumkan dalam Skenario Pembelajaran Satpel.
• Sekolah harus menge ndalikan agar pemanfaatan waktu dimaksud dapat digunakan oleh setiap guru secara efisien , efektif, dan tidak membebani siswa.
5. Ketuntasan Belajar
• Berisi tentang kriteria dan mekanisme penetapan ketuntasan minimal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah dengan mempertimbangkan hal- hal sebagai berikut :
- Ketuntasan belajar ideal untuk setiap indicator adalah 0 – 100%, dengan batas kriteria ideal minimum 75%.
- Sekolah harus menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) per mata pelajaran dengan mempertimbangkan : kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas, dan sumberdaya pendukung.
- Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah batas kriteria ideal, tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal.
6. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
• Berisi tentang kriter ia dan mekanisme kenaikan kelas dan kelulusan, serta strategi penanganan siswa yang tidak naik atau tidak lulus yang diberlakukan oleh sekolah. Program disusun mengacu pada hal- hal sebagai berikut :
- Panduan kenaikan kelas yang akan disusun oleh Dit. Pembinaan SMA
- Ketentuan kelulusan akan diatur secara khusus dalam peraturan tersendiri

7. Penjurusan
• Berisi tentang kriteria dan mekanisme penjurusan serta strategi/kegiatan penelusuran bakat, minat dan prestasi yang diberlakukan oleh sekolah, yang disusun dengan mengacu pada panduan penjurusan yang akan disusun oleh Direktorat terkait.

8. Pendidikan Kecakapan Hidup
• Bukan mata pelajaran tetapi substansinya merupakan bagian integrasi dari semua MP.
• Tidak masuk dalam struktur kurikulum.
• Dapat disajikan secara terintegrasi dan / atau berupa paket / modul yang direncanakan secara khusus.
• Substansi kecakapan hidup meliputi :
- Kecakapan pribadi, sosial, akademik dan atau vokasional.
- Untuk kecakapan vokasional, dapat diperolah dari satuan pendidikan yang bersangkutan, antara lain melalui mata pelajaran mulok dan atau mata pelajaran keterampilan.
• Bila SK dan KD pada mapel keterampilan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dan sekolah, maka sekolah dapat mengembangkan SK, KD dan silabus keterampilan lain yang sesuai dengan kebutuhan sekolah.
• Pembelajaran mata pelajaran keterampilan dimaksud dilaksanakan secara komprehensif melalui kegiatan intra kurikuler.
• Pengembangan SK, KD, silabus dan bahan ajar dan penyelenggaraan pembelajaran keterampilan vokasional dapat dilakukan melalui kerjasama dengan satuan pendidikan formal / non formal lain.
9. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
• Program pendidikan yang dikembangkan dengan memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global.
• Substansinya mencakup aspek : Ekonomi, Budaya, Bahasa, TIK, Ekologi, dan lain- lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
• Dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran yang terintegrasi, atau menjadi mapel mulok.
• Dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan / atau satuan pendidikan nonformal.

BAB IV. KALENDER PENDIDIKAN

Berisi tentang kalender pendidikan yang digunakan oleh sekolah, yang disusun sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam standar isi.


KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
DOKUMEN II

SD / MI
A. Silabus Pembelajaran Tematik (Kelas I, II dan III)
B. Silabus Mata Pelajaran (Kelas IV, V dan VI)
C. Silabus Muatan Lokal dan Mapel lain (jika ada)
D. Silabus Keagamaan (khusus MI)

SMP / MTs
A. Silabus Mata Pelajaran (Kelas VII, VIII dan IX)
B. Silabus Muatan Lokal dan Mapel lain (jika ada)
C. Silabus Mapel IPA dan IPS Terpadu (Kelas VII, VIII dan IX)
D. Keagamaan (khusus MTs)

SMA / MA
A. Silabus Mata Pelajaran Wajib
- Kelas X (16 Mapel)
- Kelas XI, XII - IPA (13 Mapel)
- Kelas XI, XII - IPS (13 Mapel)
- Kelas XI, XII - BAHASA (13 Mapel)
B. Silabus Muatan Lokal
C. Silabus Keagamaan (khusus MA)

SMK
A. Silabus Mata Pelajaran Wajib
B. Silabus Muatan Lokal
PLB / PENDIDIKAN KHUSUS
A. Silabus Pembelajaran Tematik (Kelas I, II dan III : SDLB-A,B,D,E Semua Kelas SMPLB dan SMALB : C,C1,D1, dan G)
B. Silabus Mata Pelajaran (Kelas IV, V dan VI : SDLB-A,B,D,E dan SMPLB dan SMALB : A,B,D,E)
C. Silabus Muatan Lokal dan Mapel Lain (jika ada)
D. Silabus Program Khusus (untuk SDLB dan SMPLB)

PLB/PENDIDIKAN KHUSUS
1. Silabus dan RPP Pembelajaran tematik (Kelas I, II dan III : SDLB-A,B,D,E, Semua Kelas SDLB, SMPLB dan SMALB : C, C1,D1, dan G)
2. Silabus dan RPP Mata Pelajaran (Kelas IV, V dan VI : SDLB-A,B,D,E dan SMPLB dan SMALB : A, B, D, E)
3. Silabus dan RPP Muatan Lokal dan Mapel lain (jika ada)
4. Silabus dan RPP Program Khusus (untuk SDLB dan SMPLB)

Mekanisme Penyusunan KTSP


• Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan atau lokakarya sekolah/madrasah dan atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru.
• Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draft, review dan revisi, serta finalisasi. Langkah yg lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun.

1. Syarat Kalimat
Kalimat sekurang-kurangnya memiliki subyek dan predikat

Jenis predikat:
  • Kata kerja
  • Bukan kata kerja (kata benda, kata sifat, kata bilangan, frase preposisi)
Contoh kalimat dengan kata kerja :
Tugas itu dikerjakan oleh peserta TOT Kurikulum KTSP
Bagaimanakah dengan kalimat di bawah ini ?
Dalam kamar ini memerlukan empat buah kursi.

Struktur kalimat
  • Aktif
  • Pasif
Kesalahan struktur:
  • Saya sudah katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu tidak mudah. (aktif-pasif).
  • Dalam konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidak memutuskan tempat penyelenggaraan konferensi berikutnya. (subyek-keterangan).
  • Meskipun kita tidak menghadapi musuh, tetapi kita harus selalu waspada. (kalimat majemuk dan kalimat bersusun).
Alinea/ Paragraf
  • Gagasan utama
  • Kalimat topik
  • Koherensi
  • Kata-kata transisi
2. Menggunaan Ilustrasi dalam Modul
Ilustrasi dapat berupa: foto, gambar, grafik, tabel, kartun, dsb, yang memiliki fungsi :
  • Fungsi Ilustrasi
  • Fungsi deskriptif
  • Fungsi ekspresif
  • Fungsi Analitis
  • Fungsi kuantitatif

3. Pahami Diagram Pencapaian Kompetensi

4. Pahami Peta Kedudukan Modul

5. Tujuan Akhir
Perumusan tujuan akhir berisi pernyataan pencapaian kompetensi sesuai persyaratan dunia usaha/industri (entry level).
Rumusan tujuan tersebut harus memuat :
  •  Kinerja yang diharapkan
  • Kriteria keberhasilan
  • Kondisi atau variable yang diberikan
Contoh Tujuan Akhir Modul
Peserta diklat dapat menggambar rangkaian elektronika (kinerja) berdasarkan standar gambar teknik (kriteria) dan dapat mengimplementasikannya menjadi gambar layout pada PCB (kondisi).

6. Tujuan kegiatan pembelajaran
Memuat kemampuan yang harus dikuasai untuk mencapai satu indikator kompetensi pada KUK setelah mengikuti satu satuan kegiatan belajar berisikan komponen: kemampuan, kondisi, dan kriteria.

Contoh tujuan kegiatan belajar
peserta diklat dapat mengimplementasikan gambar rangkaian elektronika menjadi gambar layout pada PCB.

7. MenyusunTugas
Berisi instruksi untuk peserta diklat meliputi
  • Tugas-tugas yang harus diketahui dan dikerjakan sesuai kriteria unjuk kerja
  • Kegiatan observasi untuk mengenal fakta,
  • Menyusun learning evidence indicator (indikator bukti belajar),
  • Melakukan kajian materi pada kegiatan belajar,
  • Tutorial dengan guru.
8. Menyusun Tes Formatif
Berisi tes tertulis sebagai bahan pertimbangan bagi peserta dan guru untuk mengetahui sejauh mana penguasaan kegiatan belajar yang telah dicapai sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan berikut (lembar kerja).
HINDARI MENGGUNAKAN TES PILIHAN GANDA !!!

Kaidah Penulisan Modul KTSP

KARAKTERISTIK MODUL

1. Self instructional 
Peserta diklat mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.

2. Self Contained 
Seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh

3. Stand alone
Modul manual/multimedia yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media lain

4. Adaptif
Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi

5. User friendly 
Modul hendaknya juga memenuhi kaidah bersahabat/akrab dengan pemakainya

6. Konsistensi
Dalam penggunaan :
  • FONT
  • SPASI
  • TATA LETAK (LAYOUT)

7. Format
  • Format kolom tunggal atau multi 
  • Format kertas vertikal atau horisontal
  • Icon yang mudah ditangkap

Organisasi
  • Tampilkan peta/bagan 
  • Urutan dan susunan yang sistematis
  • Tempatkan naskah, gambar dan ilustrasi yang menarik  
  • Antar bab, antar unit dan antar paragraph dengan susunan dan alur yang mudah dipahami 
  • Judul, sub judul (kegiatan belajar), dan uraian yang mudah diikuti

Daya Tarik
  • Mengkombinasikan warna, gambar (ilustrasi), bentuk dan ukuran huruf yang serasi
  • Menempatkan rangsangan-rangsangan berupa gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis bawah atau warna.
  • Tugas dan latihan yang dikemas sedemikian rupa.

Bentuk dan Ukuran Huruf
  • Bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca
  • Perbandingan huruf yang proporsional 
  • Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks

Minggu, 27 Maret 2011

Tugas PKN


HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA SERTA TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA

1.      Pengertian Bangsa dan Negara
·         Bangsa dalam pengertian politik adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam.
·         Kata Negara diambil dari bahasa Latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Secara terminologi, negara diartikan sebagi organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
2.      Konsep Dasar Penduduk dan Warga Negara
·         Penduduk adalah orang-orang yang bertempat tinggsl di suatu wilayah Negara dalam kurun waktu tertentu.
·         Warga negara adalah bagian dari penduduk suatu negara.
3.      Azas dan Sistem Kewarganegaraan
·         asas kewarganegaraan ada dua pedoman, yaitu asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan.
·         Sistem kewarganegaraan  terbagi menjadi dua, yaitu sistem kewarganegaraan tunggal dan sistem kewarganegaraan ganda.
Sejarah Kewarganegaraan di Indonesia
  Zaman kolonial
Regerings Reglement tahun 1854 membagi penduduk hindia belanda menjadi 3 golongan yaitu: Europeanen, Inlanders,
Vreemde oosterlingen (timur jauh termasuk arab,india,tionghoa,dll kecuali jepang)
Kemudian Belanda membagi lagi pemisahan penduduk berdasarkan kategori rasial saat indische staatsinrichting menggantikan regerings reglement. Pasal 163 I.S. mengkategorikan penduduk menjadi golongan:
  Nederlandes/ europeanen (termasuk jepang )
  Inheemsen (pengganti istilah inlander)
  Uitheemsen (atau juga timur asing)
Menurut Mr. Schrieke pembagian itu berdasarkan perbedaan “Nationalieit”,bukan berdasarkan “ras criterium”. Tetapi pada kenyataan nya, kriteria “ras” tetap digunakan .
Kebijakan politik Belanda ini mempersamakan seluruh golongan Asia (kecuali Jepang),termasuk golongan Tionghoa dan keturunannya,sebagai golongan “inlander”(pribumi).
Sehingga posisi, hak dan kewajiban sekuruh anggota Asia di Hindia Belanda menjadi setara. Secara tidak sengaja, kebijakan politik ini juga memperlancar proses “pribumisasi”.
Kondisi politik akibat kebangkitan nasionalisme Asia yang di pelopori oleh Dr. Sun Yat Sen memaksa Belanda mengeluarkan Wet op de Nederlandsch Onderdaanschap (undang-undang kawula Belanda) pada tanggal 10 Februari 1910 dengan tujuan untuk mengurangi orang Tionghoa. Karena itu Belanda menerapkan ius soli dan stelsel pasif dengan tidak memberi hak repudiatie (hak menolak Kewarganegaraan)
Dengan demikian, orang Tionghoa yang dilahirkan di Hindia Belanda serta-merta berstatus dwi kewarganegaraan karena di saat yang sama, Dinasti Qing mengadopsi ius sanguinis sebagai asas kewarganegaraan yang umum pada tahun 1909.
Gagasan sistem 1 jenis kewarganegaraan tanpa diskriminasi kembali muncul dalam Volksraad dengan diajukannya petisi sebagai warga negara dapat ditentukan :
Lahir di IndonesiaAsal keturunan Orientasi hidup kemudian hari.
Jadi semua orang Indonesia dan semua golongan indo,yang dilahirkan di Indonesia dan orang asing yang bersedia mengakui negeri ini sebagai tanah air nya, bersedia memikul segala konsekuensinya dari pengakuan tersebut, dinyatakan sebagai warga negara Indonesia.
. Problem Status Kewarganegaraan
persoalan yang berkaitan dengan status  kewarganegaraan yaitu:
-          Apatride.
-          Bipatride.
-          Multipatride.
6. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak warga negara:
  Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
  Hak membela negara.
  Hak berpendapat.
  Hak kemerdekaan memeluk agama.
  Hak dan kewajiban dalam membela negara.
  Hak untuk mendapat pengajaran.
  Hak untuk membangun dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
  Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial.
  Hak mendapatkan jaminan
7. Tugas dan Tanggung Jawab Negara
Tugas-tugas negara:
  menyelenggarakan kedaulatan rakyat
  menyelenggarakan kekuasaan negara
  membentuk  UU
  mengawasi tindakan presiden
Tanggung jawab negara yaitu:
  Melaksanakan ketertiban
  Menegakkan keadilan
  Menyelenggarakan pertahanan
  Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.